HMI Sangatta Bawa Lima Tuntutan, Tuntut Copot Kapolda Kaltara dan Usut Peredaran Narkoba di Tubuh Polri
Sangatta, Etensi.com – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Sangatta membawa lima tuntutan dalam aksi solidaritas yang digelar di depan Markas Kepolisian Resor (Mapolres) Kutai Timur (Kutim), Jumat (25/07/2025).
Aksi tersebut merupakan bentuk protes terhadap dugaan pelanggaran hukum dan etika oleh aparat kepolisian, sekaligus bentuk solidaritas atas tindakan represif yang dialami tiga kader HMI Bulungan saat aksi di depan Mapolda Kalimantan Utara belum lama ini.
Ketua Umum HMI Cabang Sangatta, Siswandi menyampaikan langsung kelima tuntutan tersebut di hadapan jajaran Polres Kutim. Meskipun aksi diguyur hujan deras yang menyebabkan Wakapolres Kutim dan sejumlah personel meninggalkan lokasi, massa aksi tetap melanjutkan penyampaian tuntutan mereka.
Aksi ini berdasarkan instruksi HMI Badan Koordinasi (Badko) Kaltim-Kaltara, melalui surat bernomor 013/A/Sek/03/1447 tertanggal 20 Juli 2025. Dalam surat tersebut, HMI mengecam keras keterlibatan oknum kepolisian dalam tindakan kekerasan terhadap mahasiswa saat menyuarakan aspirasi di Mapolda Kaltara.
Dalam orasinya, Siswandi mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk segera mencopot Irjen Pol Ari Sujito dari jabatannya sebagai Kapolda Kalimantan Utara. Ia menilai Irjen Ari gagal menjaga integritas institusi dan membiarkan peredaran narkotika menjalar ke dalam tubuh kepolisian daerah.
“Kegagalan dalam menjaga integritas institusi dan membiarkan kasus narkotika merembet ke internal kepolisian merupakan pelanggaran fatal yang tidak dapat ditoleransi,” ujar Siswandi.
Tuntutan kedua yang dilontarkan HMI adalah mendesak Kapolri menindak tegas aparat kepolisian yang diduga melakukan kekerasan terhadap mahasiswa saat aksi demonstrasi berlangsung di Mapolda Kaltara.
Dalam insiden tersebut, tiga mahasiswa dilaporkan mengalami luka bakar akibat terkena lemparan botol berisi bahan bakar minyak (BBM).
HMI menyebut insiden tersebut sebagai bukti kegagalan aparat dalam mengendalikan situasi secara profesional dan sesuai prosedur. Menurut mereka, tindakan represif justru menjadi pemicu terjadinya percikan api yang menyebabkan luka bakar pada massa aksi.
Tuntutan ketiga adalah pembentukan tim investigasi independen untuk mengusut dugaan keterlibatan pihak-pihak struktural dalam jaringan peredaran narkotika di lingkungan kepolisian. Tim ini diharapkan dapat bekerja secara transparan dan memiliki kewenangan penuh** dalam menjamin akuntabilitas penanganan kasus.
Sementara tuntutan keempat meminta agar jaringan narkotika yang diduga menyusup ke dalam institusi kepolisian segera diusut tuntas. HMI mendesak agar seluruh oknum baik pengguna, pengedar, maupun pelindung diperiksa dan diadili secara terbuka sesuai hukum yang berlaku.
Adapun tuntutan kelima menekankan agar aparat kepolisian menghentikan segala bentuk kekerasan dan tindakan represif terhadap mahasiswa, pemuda, maupun masyarakat yang menyampaikan pendapat di muka umum.
HMI mendorong aparat untuk mengedepankan pendekatan humanis, sebagaimana diatur dalam **Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa.
Wakapolres Kutai Timur, Kompol Ahmad Abdullah merespons aksi tersebut dengan menyampaikan bahwa Mabes Polri telah menurunkan tim dari Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) untuk memeriksa anggota yang diduga terlibat dalam penyalahgunaan narkotika.
“Sudah turun tim dari Divisi Propam Polri, dan anggota yang diduga terlibat saat ini sedang diperiksa oleh Detasemen B Propam Mabes Polri,” jelasnya dalam keterangan resmi.
Ia juga menyebutkan bahwa saat ini tengah dilakukan audit internal terhadap anggota yang bertugas dalam pengamanan aksi mahasiswa untuk memastikan apakah terdapat kesalahan prosedur atau pelanggaran Standar Operasional Prosedur (SOP).
“Telah dilakukan audit internal oleh Divisi Propam terhadap anggota yang melaksanakan pengamanan. Ini untuk memastikan apakah ada kesalahan prosedur, pelanggaran SOP, atau ketidaksesuaian dengan Perkap Nomor 16 Tahun 2006,” tambahnya.
Wakapolres menyatakan bahwa institusi kepolisian terbuka terhadap audit eksternal, termasuk dari Ombudsman dan Komnas HAM, demi menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum.
“Tidak ada toleransi terhadap penyalahgunaan narkotika di level mana pun. Kapolda Sumatera Barat sebelumnya juga diproses dan dipenjara karena kasus narkoba. Jadi siapa pun, jika bersalah, akan ditindak tegas,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan tugas di lapangan akan terus dilakukan guna menjaga kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
“Kami tidak sempurna, tapi kesalahan harus dievaluasi dan ditegakkan. Prinsipnya, tidak ada toleransi terhadap pelanggaran hukum, baik itu soal narkotika maupun penyalahgunaan kewenangan saat pengamanan aksi,” pungkasnya.
Di sisi lain, Koordinator Lapangan Aksi Solidaritas HMI Cabang Sangatta, Arif Maldini menyampaikan kekecewaannya atas sikap aparat yang dinilai tidak menunjukkan itikad baik dalam menerima tuntutan.
“Kami menyayangkan ketidakhadiran Kapolres Kutai Timur untuk menemui massa aksi, dan juga sangat kecewa dengan langkah Wakapolres yang tidak menerima tuntutan dengan bertanda tangan di lembar tuntutan massa aksi,” ujar Arif.
Selain itu, ia juga menyoroti gaya komunikasi Wakapolres yang dinilai menjaga jarak dan sempat menggunakan nada tinggi kepada peserta aksi. (*)