Mengukir Asa dari Kayu Ulin: Perjuangan Uyang Demi Tebus Ijazah Putrinya
Sangatta, Etensi.com – Di sudut sebuah rumah sederhana di Desa Sangkima, Kecamatan Sangatta Selatan, Kabupaten Kutai Timur, Uyang (64) tak kenal lelah mengukir limbah kayu ulin. Bukan sekadar hobi, setiap goresan pahat dan putaran mesin gerinda adalah cerminan perjuangan seorang ayah yang ingin menebus masa depan anaknya.
Selama berbulan-bulan, Uyang memutar otak demi melunasi tunggakan biaya pendidikan putrinya, Wulan, yang lulus dari sebuah sekolah keperawatan swasta di Sangatta tahun 2024. Hingga kini, ijazah Wulan masih tertahan di sekolah karena sisa biaya sebesar Rp5 juta belum terbayarkan. Dari total Rp8 juta, Uyang baru mampu membayar Rp3 juta.
“Saya masih berusaha mengumpulkan sedikit demi sedikit,” ujar Uyang dengan nada lirih, tangannya tak berhenti mengolah kayu.
Setiap hari, Uyang menjelajahi hutan di sekitar Taman Nasional Kutai (TNK) untuk mencari limbah kayu ulin. Kayu yang keras dan kuat itu kemudian ia ubah menjadi cobek khas Dayak yang unik. Dengan harga jual antara Rp50 ribu hingga Rp100 ribu, setiap cobek adalah secercah harapan.
“Hanya ini sumber penghasilan saya. Harapan saya bisa melunasi agar Wulan bisa segera mengambil ijazahnya dan mencari pekerjaan,” tuturnya.
Meski putrinya kini berjuang sebagai pengemudi ojek online dan kurir untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, hati Uyang tetap gundah. Ia tahu, tanpa ijazah, Wulan akan kesulitan meraih pekerjaan yang layak sesuai dengan ilmu yang telah ditempanya.
“Kalau ada yang mau membantu, masa depan Wulan akan lebih baik,” harap Uyang, tatapan matanya menerawang jauh, membayangkan masa depan cerah yang tersemat dalam selembar ijazah.
Kisah Uyang adalah potret nyata ketulusan orang tua. Di matanya, Rp5 juta bukan hanya sekadar angka, melainkan tumpukan keringat, tenaga, dan doa yang tak pernah putus demi melihat senyum bahagia di wajah putrinya. Sebuah pengorbanan yang mengajarkan arti cinta tak bersyarat, di mana mimpi seorang anak adalah prioritas utama. (AS)