Kesenjangan Dana Bagi Hasil dan Potensi Kekayaan Kutim Disoroti DPRD

SANGATTA, ETENSI.COM – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Timur (Kutim), Jimmi, menyoroti ketidakseimbangan antara kekayaan alam yang dihasilkan daerahnya dengan dana bagi hasil (DBH) yang diterima dari pemerintah pusat. Menurut Jimmi, ketidakseimbangan ini ironis mengingat infrastruktur di Kutim masih jauh dari memuaskan.
Dalam pernyataannya, Jimmi mengkalkulasi potensi pendapatan Kutim dari sektor pertambangan, khususnya batu bara. Berdasarkan produksi batu bara KPC sekitar 80 juta metrik ton per tahun dengan harga terendah sekitar Rp1.500.000 per metrik ton, pendapatan yang mengalir ke pusat dapat mencapai Rp80 triliun per tahun. Angka ini dinilai bisa jauh lebih besar, mengingat harga batu bara pernah menyentuh 400 dollar AS per ton.
“Ini baru dari satu sektor, satu perusahaan. Belum lagi minyak dan gas serta perusahaan-perusahaan lain. Potensi kekayaan kita sangat besar,” ungkap Jimmi.
Ia merasa kecewa dengan DBH yang diterima Kutim, yang hanya berkisar Rp9 triliun. Angka ini dinilai tidak sebanding dengan jumlah kekayaan yang disumbangkan daerahnya ke negara.
Jimmi juga menyoroti kondisi infrastruktur yang masih minim di Kutim, meskipun daerah ini merupakan salah satu lumbung kekayaan alam nasional. “Perusahaan swasta yang menikmati dan merusak, tapi infrastruktur kita masih tertinggal. Ini ironis,” tegasnya.
Ia berharap adanya perlakuan khusus bagi daerah penghasil seperti Kutim. Jimmi sepakat dengan langkah Gubernur yang langsung mengecek kondisi di lapangan. Dia berharap, dari potensi Rp80 triliun yang diambil pusat, setidaknya setengahnya atau persentase yang lebih besar dapat kembali ke daerah untuk pembangunan.
Dengan adanya dana yang memadai, Jimmi menambahkan bahwa pembangunan di Kutim bisa lebih maksimal dan produktif, bahkan bisa membangun fasilitas modern seperti monorail untuk mengatasi kemacetan.(*)
![]()













