Sangatta Berjuang Lepas Ketergantungan Pasokan Telur

SANGATTA — Selama ini, Kabupaten Kutai Timur (Kutim) masih bergantung pada pasokan telur dari luar daerah hingga 70 persen. Warga Sangatta yang terbagung dalam Asosiasi Peternak Ayam Petelur Sangatta (APAPS), mencoba menghadang laju impor pasokan telur itu dengan membangun peternakan di area bekas tambang.

Berkolaborasi dengan Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Peternakan (DTPHP) dan PT Kaltim Prima Coal (KPC) melalui program Corporate Social Responsibility (CSR), mereka menggagas budidaya ayam pullet berbasis komunitas, yang ditargetkan mampu menciptakan rantai produksi telur secara mandiri dan berkelanjutan.

Kepala DTPHP Kutim Dyah Ratnaningrum, mengungkapkan, potensi produksi telur lokal sangat besar, tetapi belum tergarap optimal. Ia menjelaskan, kebutuhan telur se-Kutim bisa mencapai 80 ribu butir per bulan. “Tapi baru 30 persen yang bisa dipenuhi peternak lokal. Sisanya masih diimpor dari luar Sangatta,” jelas Dyah.

“Dengan program ini, kita punya harapan mengurangi ketergantungan itu secara bertahap,” tambahnya.

Salah satu aspek penting yang juga tengah dikembangkan pabrik mini pakan ternak skala lokal.

“Kalau pakan bisa diproduksi sendiri, biaya operasional bisa ditekan, dan peternak bisa lebih mandiri. Kami juga akan memediasi kerja sama antara APAPS dengan program ketahanan pangan milik Polres Kutim, yang menanam jagung. Dengan begitu, pasokan bahan baku pakan bisa tersedia dan terjangkau,” ucap Dyah lagi.

Bagi KPC, program ini bukan sekadar CSR. Superintendent CAD KPC, Nugroho Dewanto, mengatakan program ini sebagai bagian dari transformasi ekonomi desa keberlanjutan.

“Kami melihat potensi besar dari masyarakat Sangatta untuk bisa swasembada telur. Budidaya pullet ini bisa menjadi solusi ekonomi keluarga sekaligus menjawab kebutuhan protein hewani masyarakat,” ujarnya. (ADV)

 

Loading

Avatar photo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup