Tradisi Lemangan Mandu Dalam, Wujud Syukur Pascapanen dan Lestarikan Budaya
Mandu Dalam, Sangkulirang – Warga Desa Mandu Dalam, Kecamatan Sangkulirang, kembali menghidupkan tradisi lemangan sebagai syukuran panen tahunan. Meski di bawah rintik hujan pada Sabtu (2/8), semangat gotong royong warga tak surut untuk menjalankan tradisi turun-temurun ini.
Lemangan merupakan proses memasak beras ketan yang dicampur santan, lalu dimasukkan ke dalam bambu dan dibakar selama kurang lebih tujuh jam hingga matang. Ritual ini sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Desa Mandu Dalam setelah musim panen tiba.
Lemangan: Tanda Terima Kasih Atas Hasil Panen Melimpah
M. Timber, salah satu tokoh adat setempat, menjelaskan makna di balik tradisi ini. “Kegiatan melemang ini sudah jadi tradisi kami. Setelah panen, kami berkumpul untuk syukuran sebagai wujud terima kasih kepada sang pencipta karena telah memberikan hasil panen yang baik dan melimpah,” ungkapnya.
Untuk tahun ini, ritual syukuran pascapanen tersebut menghabiskan sekitar 500 kilogram beras ketan dan 450 butir kelapa yang diolah menjadi santan. Jumlah ini menunjukkan betapa besar antusiasme warga dalam melestarikan budaya mereka.
Dukungan Pemerintah Desa untuk Lestarikan Adat Sangkulirang
Kepala Desa Mandu Dalam, Rahmat, menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan agenda rutin yang wajib dijaga.
“Selain sebagai ungkapan rasa syukur, ini juga merupakan tradisi adat budaya yang harus kita lestarikan. Kami dari Pemerintah Desa Mandu Dalam akan mendukung penuh kegiatan ini,” ujar Rahmat.
Ia menambahkan bahwa adat pascapanen Sangkulirang ini juga menjadi sarana promosi yang efektif bagi desa mereka. “Melalui kegiatan ini, kami dapat memperkenalkan Desa Mandu Dalam ke dunia luar,” imbuhnya.(Nz)
Tinggalkan Balasan
